Cerita Pertama Flo
Gadis berambut pendek itu datang dengan celingak-celinguk, tampak
sekali ia sedang mencari seseorang di tengah keramaian. Seorang lelaki berambut
panjang menghampirinya dari belakang. Membuat tubuh atletis Flo sedikit
terkejut.
“Hey, bang Jerry ya ?” Tanya Flo dengan sungguh.
“Yoiii, Flo kan ? Kenapa nggak telpon dulu tadi di bawah. Jadinya
nggak celingak-celinguk kaya tadi.”
“Hehe, maaf bang. Ini undangan saya bang.”
“Gampang lah itu Flo, mari duduk.” Bang Jerry mempersilahkan Flo duduk
bersama dengan tamu undangan lainnya.
”Jadi Flo, penjelasan tentang film yang akan kita tonton nantinya
akan di jelaskan oleh itu, cowok ganteng yang ada di depan sana Flo. Nanti
kalau mau wawancara sekalian tukaran kontak juga bisa.” Jelas Bang Jerry sambil
bergurau pada Flo.
Gadis bermata sipit itu hanya meladeninya dengan tawa kecil.
Benar saja. Pria yang sedang menjelaskan tentang latar belakang
film dokumenter berjudul Senyap itu perlahan membuat Flo tersenyum diam-diam.
Tampaknya ada yang mulai ia kagumi dari sosok pria yang tepat berada di
depannya itu.
“Baiklah film yang akan kita tonton ini adalah film dokumenter
kedua karya Joshua Oppenheimer dengan tema sentral pembantaian massal 1965.
Senyap menyoroti kisah Adi, seorang penyintas dan keluarga korban yang
mengahadapi ketika dirinya dan keluarganya dituduh sebagai bagian dari PKI.
Jadi film senyap ini pertama kali diputar di Indonesia hari ini 10 Desember
2014 secara serentak di berbagai kota sebagai bagian dari peringatan Hari HAM
sedunia.” Singkat pengantar dari laki-laki yang mengaku bernama Rach tersebut.
Flo mengikuti film berdurasi 98 menit tersebut dengan saksama. The
Look Of Silent atau Senyap, diputar secara terbatas dan hanya di beberapa
tempat di Indonesia. Yang hadir dalam pemutaran film tersebut juga orang-orang
tertentu yang kebanyakan adalah aktivis mahasiswa. Pemutaran film juga
dilanjutkan dengan diskusi yang juga telah menghadirkan perwakilan dari pihak
Kemenkum HAM.
Selesai berdisksusi Flo melakukan wawancara dengan perwakilan Kemenkum
HAM juga Rach sebagai aktivis HAM. Wawancara singkat tersebut ternyata
berlanjut pada wawancara pribadi yang sejak awal sudah di antisipasi oleh bang
Jerry yang sempat bergurau pada Flo sebelumnya.
“Aku nggak asing liat kamu. Sumpah. Siapa tadi namanya ?” Kata Rach
memulai pembicaraan usai wawancara.
“Flo. Oh yaa ? aku kuliah di Fakultas Hukum.”
“Yakk, nggak salah lagi dong. Kamu nggak pernah liat aku di kampus.
Kita satu kampus kali.”
“Serius ? Aku nggak aktif di kampus. Jarang juga memperhatikan
orang-orang di kampus.”
“Oh ya ? tapi gelagatmu nunjukin kalo kamu orang yang aktif Flo,
hyper aktif malah. Aku di kampus terkenal, masa kamu nggak kenal aku ?”
“Hahaa, iya aku aktif di luar. Wajar kalau begitu, urusan kampus
aku kudet sekali.”
“Baiklah Flo, senang berkenalan. Kalau ketemu di kampus jangan segan buat negur.”
“Baiklah Flo, senang berkenalan. Kalau ketemu di kampus jangan segan buat negur.”
“Hati-hati Rach kalo udah nawarin begitu. Bisa-bisa aku cariin kamu
terus di kampus. Maklum lah aku berteman nya survive jadi sering ketinggalan
rombongan.”
“No problem. Aku malah senang bisa berteman dengan aktivis wanita,
cantik lagi,” Rach tersenyum, dan matanya hampir hilang. Tidak kelihatan.
“Baikalah teman baru. Sampai jumpa di lain kesempatan.” Ucap Flo
seraya beranjak dari obrolan bersama Rach.
“Flo.” Rach memanggil Flo yang sudah membelakanginya.
“Iya ?
“Id Line ? Hehee.” Pinta Rach dengan manja, lagi-lagi senyumnya
membuat mata kecilnya hilang. Tidak kelihatan.
Flo tersenyum kecil seraya memberikan Id Line nya kepada Rach.
“Kalau ada perlu, chatnya malam aja ya. Kalo siang aku sibuk.” Kata
Flo sembari meninggalkan Rach yang masih sibuk dengan ponselnya.
Di perjalanan pulang Flo mengingat-ngingat kembali kejadian dalam
hidunya hari ini. Tentu yang pasti adalah segala tentang Rach, kenyataan bahwa
keduanya adalah teman kampus yang tidak pernah dipertemukan, juga tentang wawancara
singkat bersama aktivis HAM itu. Tampak sekali bahwa Flo telah menemukan tokoh
selanjutnya dalam cerita-cerita yang selalu ia buat.
“Fiersa pernah bilang, kalau pertemuan dua insan itu merupakan bagian dari Konspirasi Alam Semesta. Entah mengapa malam ini aku begitu yakin, kelak aku akan menulis banyak tentangmu.” – Flo, di sudut keramaian kota.
Komentar
Posting Komentar