Putri Kesayangan
Ini adalah cerita tentang putri kesayangan papa yang cantik jelita.
Sejak lahir papa sudah menyadari bahwa putrinya adalah seorang putri yang
cantik jelita. Tentu sejak kecil putri sudah membuat bangga papa, dengan bola
mata coklat yang bundar, dengan rambut hitam lurus yang panjang, dengan kulit
putih mulus yang cemerlang. Putri kecil selalu menjadi sasaran pujian tetangga.
“Duh, cantiknya masih kecil saja sudah nampak cantiknya.” Yah, hal tersebut
tentu membuat papa dan mama bangga. Sebab mempunyai anak perempuan yang cantik
adalah sebuah aset berharga keluarga. Oh, itu tentu saja baru terlihat dari
fisiknya. Sebab selain berparas cantik putri kesayangan papa juga lucu dan
ramah. Senang menyapa orang lain apalagi ibu dan bapak guru di sekolah,
bibik-bibik kantin, bahkan teman-teman satu permainan. Tambahlah satu predikat
lagi, selain cantik putri kecil juga supel dan lucu. Semakin menjadilah putri
sebagai kesayangan papa.
Tapi itu tidak berlangsung lama, putri kecil sudah mulai besar,
sudah mengerti pujian serta sanjungan yang orang berikan kepadanya. Putri kecil
sudah mulai berpikir bahwa dia adalah orang yang istimewa di desa kecil mereka.
Maka pada suatu hari putri kecil minta pindah sekolah kepada papa. Kebetulan
putri sudah lulus Sekolah Dasar dan sekarang masuk kelas 1 Menengah Pertama.
Awalnya papa menolak keras keinginan putri. Tentu saja menolak, sebab papa dan
mama tentu ingin melihat putri kecil yang mulai beranjak remaja tumbuh dan
berada di samping mereka. Tetapi putri, tetap kukuh pada pendiriannya. Putri
yang mulai berfikir bahwa desa kecil seperti desanya tidak akan membuatnya
berkembang, setiap hari merengek minta pindah ke ibu kota Kabupaten. Sampailah
pada akhirnya papa mulai goyah dengan pendiriannya. Ya, tentu saja. Hal
tersebut tentu saja pasti akan terjadi. Sebab apa ? Sebab putri adalah putri
kesayangan. Apalagi yang bisa dibantah oleh papa kepada putri kesayangan ?
Akhirnya putri benar-benar pindah sekolah. Satu bulan setelah
kesepakatan antara papa dan mama untuk merestui kepindahan putri serta mengurus
administrasi pindah sekolah dan tempat tinggal putri. Putri hanya diberi ijin
tinggal oleh papa di rumah nenek sebelah papa karena waktu itu usia putri baru
13 tahun. Kehidupan putri di kota pun dimulai sejak hari pertama masuk sekolah.
Waktu itu putri masih diantar papa ke sekolah, karena papa dan mama harus
menunggu selama dua minggu untuk putri menyesuaikan diri di lingkungan baru.
Sekolah baru membuat putri sangat bahagia, meskipun belum punya banyak teman.
Tetapi putri menemukan banyak hal baru di sekolah baru, jauh lebih seru dari
yang Putri bayangkan sebelumnya. Setelah seminggu menjadi anak baru, akhirnya
putri mempunyai teman baru. Teman di Kota tentu jauh berbeda dengan teman-teman
putri di Desa. Mereka memakai baju-baju merk distro, mereka memakai tas
bermerk, yang kebanyakan di beli di ibu kota Provinsi. Ya, ibu kota Provinsi
yang berada jauh ribuan kilometer dari Desa Putri yang kecil dan tertinggal.
Satu bulan berlalu, akhirnya Putri menemukan kesenangan baru di
Sekolah. Yakni dengan bergabung bersama Club Volly yang ada di sekolahnya. Untuk
pertama kalinya Putri bisa sedikit merasa beruntung dilahirkan di Desa, karena
orang Kota sedikit yang pandai bermain Volly. Jadilah Putri atlet Volly
kebanggan Sekolahnya, sebab Putri dan Clubnya selalu memenangkan perlombaan. Desas-desus
kemudian beredar bahwa Putri dan Clubnya akan dipersiapkan menjadi atlet Pekan
Olahraga Daerah (POPDA) tahun depan untuk mewakili Kabupatennya di tingakat Provinsi.
Setahun berada di Sekolah baru dan di Club Volly membuat eksistensi Putri di
Sekolah mulai berkembang. Ya, siapa juga yang tidak kenal dengan Putri yang
cantik, ramah, dan lihai bermain Volly. Putri yang pada saat itu baru saja naik
ke kelas VII SMP kemudian menjadi bahan perbincangan kakak senior di Sekolah.
Semakin menjadilah Putri dengan kebanggaannya pada diri sendiri.
Selama setahun bersekolah di Kota, Putri hanya pulang saat libur
semester dan libur Natal. Tentu papa dan mama sangat rindu dengan Putri
kesayangan mereka yang ternyata di Kota semakin hari semakin tumbuh dengan
cantik dan mempesona. Para tetangga pun mengakui hal yang sama. Yaiyalah, mama
kan setiap hari bercerita kesana kemari tentang Putri kesayangan mereka.
Namanya juga putri kesayangan, pastilah semua orang harus tau bahwa Putri tetap
bisa bersaing di Kota dan tidak ketinggalan dengan orang-orang Kota. Apalagi
sekarang Putri sudah menjadi pemain Volly yang hebat, jadi pergaulannya harus
luas juga. Harus bisa menunjukkan kepada Ibu-ibu atlit Volly di Desa mereka,
bahwa Putri adalah atli Volly yang muda, pruduktif dan berpotensi. Patut untuk
diperhitungkan masuk ke dalam Club Volly paling kuat di Desa mereka.
Memasuki tahun ke tiga, Putri semakin bertingkah agresif. Faktor
pergaulan yang semakin luas dan faktor ketenaran Putri yang semakin menjadi
membuat Putri harus meminta tambahan uang jajan kepada papa. Yaiyalah, mana
cukup uang lima ratus ribu untuk membiayai hidup Putri yang sekarang. Meskipun
tinggal dengan nenek, Putri sangat malas makan di rumah. Putri lebih suka
nongkrong di Cafe-cafe baru yang ada di Kota mereka. Maklum, cafe-cafe baru di
Kota mereka sedang berjamur dan naik daun. Ikut trend dari Provinsi dan pulau
Jawa. Jadilah papa memberikan uang tambahan sebesar satu juta rupiah setiap
bulannya.
Sekarang putri sudah tamat SMP dan ingin melanjutkan sekolahnya di
Kota yang sama. Awalnya Putri mendaftar di Sekolah Negeri, tapi tidak lulus.
Mau tidak mau lah harus mendaftar di Sekolah Swasta. Tentunya bukan sembarang
Sekolah swasta. Sekolah swasta yang terkenal di Kota mereka. Sekolah swasta
yang mahal juga uang gedungnya. Papa dan mama tentu setuju. Dari pada Putri
kembali bersekolah di Desa lebih baik membayar mahal untuk uang Sekolahnya
saja. Yah namanya juga Putri kesayangan. Apa sih yang tidak dilakukan untuk
putri kesayangan ? Apalagi Putri adalah atlet POPDA Kabupaten, kebanggan papa
dan mama di depan para tetangga di Desa. Tentu saja bisa.
Tidak ada yang berubah
signifikan dari Putri selama menjadi siswi SMA. Selain permintaan ganti motor
dan uang jajan yang nambah lima ratus ribu jumlahnya. Tentu saja hal tersebut
akan terjadi, sebab Putri harus tetap menyesuaikan diri dengan pergaulannya di
Kota. Harus membeli baju-baju baru, sepatu baru, juga hp baru. Ya, hal-hal
seperti itu tentu akan dikabulkan oleh papa. Mana ada keinginan Putri yang
tidak berhasil didapatkannya.
Pola didik yang diberikan oleh mama dan papa kepada Putri selama
ini bukan malah membuat Putri berkembang justru sebaliknya semakin membuat
Putri sewenang-wenang. Pada bulan-bulan terakhir Putri menjadi anak SMA. Sebuah
permintaan baru kembali muncul dari Putri. Kebetulan saat itu mama dan papa
berada di Kota untuk menghadiri acara keluarga sekalian juga melihat Putri yang
sebentar lagi Ujian Nasional. Tentu Putri merasa semua ini adalah saat yang
tepat untuk mengutarakan semua maksudnya.
Papa dan mama baru saja masuk ke halaman rumah ketika Putri menahan
keduanya untuk masuk dan mengajak mereka untuk ngobrol di teras utama.
“Kenapa Sayang ?” papa memulai pembicaraan.
“Eh, sekarang kan Putri udah mau selesai sekolah, Putri mau lanjut
di Jawa jak Ma, Pa, ndk mau kuliah di sini atau di Pontianak,” kata Putri
dengan santai membuka percakapan mereka.
Mama dan papa tidak langsung merespon perkataan Putri. Keduanya
malah saling bertatapan dengan wajah mengambang. Raut wajah papa yang mulai
tampak tua namun masih tetap gagah dan prima, wajah sendu mama yang cantik
meski usianya melewati kepala tiga. Tatapan lelah mama dan papa tak sedikitpun
membuat Putri gentar dan menyadari apa yang sebetulnya terjadi. Bagi Putri,
mama dan papa masih mama dan papanya yang dahulu. Yang selalu siap siaga
menuruti semua keinginan putri kesayangannya.
Memecah keheningan sepersekian detik, mama memulai kembali
pembicaraan. Tampaknya hal demikian sudah diantisipasi sebelumnya oleh mama dan
papa.
“Putri Sayang, bukannya mama sama papa ndak mau melepas Putri sekolah
jauh ke Jawa sana. Tapi papa dan mama pengen kamu di sini saja. Paling jauh ke
Pontianak lah, biar kami masih bisa sering jenguk. Kalau ke Jawa sana kan butuh
biaya besar juga, Putri pun pasti jarang pulang nantinya.”
“Iya nong, papa sama mama tentu pengen yang terbaik buat Putri. Dan
menurut kami, dengan Putri kuliah di Pontianak itu udah cukup baik. Setidaknya
kami masih bisa mengawasi kamu nong, di Pontianak pun Putri bisa mengembangkan
bakat Putri main Volly. Toh Pontianak juga ndak tertinggal-tertinggal amat dari
Jawa,” Papa menambahkan.
Seolah tidak mendengar omongan papa dan mama yang masuk telinga
kiri dan keluar telingan kanan, Putri tidak butuh waktu lama untuk menanggapi
penolakan pertama keduanya.
“Ndak mau bah pa, ma, Pontianak tu jauh tertinggal. Ndak bakalan
nambah pengalaman, ndk banyak tempat jalan-jalan. Kalau di Jawa kan tempat
jalan-jalannya ndak jauh, dan di sana juga uang makannya lebih murah. Pokoknya
Putri tetap mau kuliah di Jawa. Kalau mama dan papa masih maksa Putri untuk kuliah
di Pontianak, Putri minta belikan mobil buat di Pontianak. Itu jak syaratnya,
silahkan mama sama papa pilih sendiri.”
Putri kemudian pergi meninggalkan mama dan papa yang kebingungan di
teras depan. Pergi masuk ke dalam kamar dan menyekap diri di sana. Putri
kesayangan papa ternyata masih Putri kecilnya yang dulu, hanya saja kini ia
berpakaian SMA.
*
Sebulan setelah pembicaraan itu Putri belum mendapatkan jawaban
atas permintaanya. Baru setelah menjelang Ujian Nasional papa menyampaikan
keputusannya. Keputusan yang sulit bagi papa dan mama. Sebab kuliah ke pulau
Jawa berarti harus merogok kocek lebih banyak pula ketimbang di kota mereka.
Akhirnya dengan harapan bahwa anak
sulung mereka benar-benar tidak hanya akan menjadi Putri kesayangan tetapi juga
Putri kebanggan, papa mengabulkan keinginan Putri untuk kuliah di Pulau Jawa.
Putri lalu mendaftar di sebuah Universitas Swasta yang ada di
Yogyakarta. Jurusan yang dia ambil pun tentunya jurusan yang sedang hits di
Indonesia – Hubungan Internasional. tentu saja hal itu kembali membuat mama dan
papa bangga. Sebab di Desa mereka, belum ada anak tetangga yang mengambil
jurusan hebat begitu. Hari-hari mama akan penuh dengan cerita bahwa Putri
mengambil Jurusan yang langka, jurusan yang memiliki peluang kerja yang tidak
biasa. Tentunya setelah selesai tidak akan kembali ke Desa, tetapi bekerja
lintas Negara. Mama juga kerap kali bercerita, bahwa Putri menguasai banyak
bahasa asing. Yaiyalah, wong kerjanya nanti sama bule-bule lucu dari berbagai
Negara. Kuliah saja sudah berkualitas, apalagi nanti kerja, sudah pasti bukan
levelan anak-anak yang tinggal di Desa terpencil mereka. Mendengar cerita mama,
para tetangga sungguh terkesima. Semakin menjadilah, Putri anak kesayangan mama
dan papa. Sebab kembali mampu menunjukan kualitas diri di depan para tetangga.
Sudah dua tahun Putri berada di Pulau Jawa. Dengan semakin
kompleksnya urusan kuliah dan bla, bla, bla uang jajan Putri pun bertambah
setiap semesternya. Papa dan mama kerap kali mengeluh akan hal itu, tapi tetap
tidak menunjukkanya di depan Putri, takut menggangu konsentrasinya – begitu
kata mama.
Pagi ini papa kembali merasakan kelelahannya, sebuah keinginan yang
terpendam sekian lama terselip dalam pesan singkat ucapan selamat ulang tahun
papa. Putri minta belikan mobil untuk jalan-jalan di Pulau Jawa. Sebuah ide
yang gila, di tengah masa krisis ekonomi keluarga mereka. Pagi ini papa kembali
meneguk pil darah tingginya.
*
Sementara itu sang Putri kesayangan berpesta pora di pulau Jawa.
Memiliki status sebagai Putri Kesayangan membuatnya bisa melakukan apa saja.
Papa selalu menjawab iya pada setiap esan singkat yang ia kirimkan. Kehidupan
Putri di Pulau Jawa sungguh bercahaya, bak artis yang terlahir dari keluarga
kaya raya. Namun, Putri tidak pernah tau atau tepatnya tidak pernah peduli
dengan keadaan keluarga. Dengan menurunnya harga getah kulat yang menjadi
pemasokan utama keluarga, dengan perekonomian masyarakat yang tidak stabil dan
mempengaruhi banyak orang yang belanja, dengan papa yang letih pergi kesana
kemari mengumpulkan uang jajannya, dengan mama yang harus menyisihkan uang
untuk biaya kecantikannya, pun Putri tidak memikirkan bahwa mama dan papa juga
harus membiayai adik laki-lakinya.
Putri kesayangan papa masih sama saja seperti dulu. Masih putri
yang cantik, mempesona, manja, tapi tetap dibanggakan keluarga. Putri yang
selalu berpacu untuk menunjukkan bahwa dia bukan gadis Desa yang tidak bisa
menyesuaikan diri. Putri yang selalu terobsesi untuk menjadi sorotan dimanapun
ia berada.
Oh mama, oh papa. Maafkan putri kesayangan kalian yang terlalu
modern untuk kedua orang tua yang tinggal di Desa dan berpenghasilan
secukupnya.
Komentar
Posting Komentar