EPILOG
Seperti
apa kau memaknai cinta ? Luaskah ? Dalamkah ? atau hanya sebatas gairah dua
anak muda yang dimabuk asmara ?
Mencintai
tidak pernah sederhana. Ia melibatkan segala hal yang pernah ada dalam hidupmu.
Bersarang dalam jutaan rasa yang kadang tak sanggup kau beri nama tetapi justru
tercurah dalam tindak nyata yang tidak seberapa. Manusia memang kadang senaif
itu, seingkar itu pada kehendak hati sendiri.
Kepada
dia yang pertama kali membuatmu melihat sisi lain dunia ini, mungkin kau layak
melayangkan sebuah ucapan terimakasih. Kau harus selalu ingat, dalam hidup yang
tidak mudah, jatuh cinta adalah sebuah anugerah yang berlimpah. Meski memang
tak bisa dipungkiri bahwa ia selalu berteman dengan yang namanya patah hati.
Yang lebih sering membuatmu terpenjara dalam rasa sepi yang bertubi-tubi dan
kadang membuatmu bersemangat memaki diri sendiri. Tak apa, memang begitulah
adanya. Ia memang hadir untuk membuatmu bertanya sekian kali. Apa yang
kulakukan benar ? Apa aku tidak berlebihan ? Apa perasaan ini wajar ?
Kalau
kau ingin tahu, semua itu benar-benar menyebalkan. Bagaimana kau harus berlari
dari satu perasaan yang mengganggu untuk menemui perasaan yang tak kalah
membelenggu lainnya. Bagaimana kau harus membujuk hatimu untuk menyerah dan
kembali berjuang dalam selang waktu yang tak lama. Kalau sudah begitu, kau
harus berteriak di depan matanya yang indah itu. “Bagaimana bisa jatuh cinta
padamu menjadi sedalam ini ?”
Mungkin
memang ada orang tertentu dalam hidupmu yang akan membuatmu bertahan meski
sudah berulangkali diabaikan. Yang sudah menjatuhkanmu berkali-kali tetapi tak
lantas membuatmu pergi. Sampai membuat hatimu kecut dan kau kembali bertanya. Bodohkah
aku ? Atau terlalu tuluskah perasaan itu ?
Meski
perlahan waktu menawar semuanya menjadi biasa. Kau akan terbiasa dengan segala
hal yang tidak pernah menjadi jelas dengannya. Kau akan belajar menerima. Apa
saja yang menanti di depan sana sudah bukan lagi persoalan tetapi sebuah
keikhlasan.
Kemudian
pada suatu hari, jingga yang bersarang di langit sore yang menenangkan itu
membuat hatimu merekah. Ada sekelumit bahagia yang tak sanggup kau urai dalam
kata. Bukan karena perasaan suka yang berbalas cinta, bukan juga karena apa
yang kau pinta menjadi nyata, melainkan karena kau sanggup memaknai semua.
Maka
jika suatu saat aku bertemu dengan seseorang yang begitu kau cinta, akan
kuucapkan selamat padanya. “Kau beruntung kawan, seseorang mencintaimu dalam
diam yang tak terusik, ia tidak memuja segala yang gemilang padamu tetapi
menerima semua yang rapuh dalam dirimu. Begitulah cinta yang ku kenal abadi di
dunia ini.”
Lalu
di hadapan gelap yang semakin pekat sebab senja telah meninggalkan bumi untuk
kembali pada peraduannya, kau diam-diam sedang menimbang, “sampai kapan kiranya
rasa ini bertahan ?”
Komentar
Posting Komentar