Kita yang senang mengulang
End of the year, look spectaculer right ?
But there is no suprised in this end of the year.
Yaa semuanya sama saja, like we met some shit but with
different case or people.
Desember masih saja tetap sendu dan kelabu bagiku.
Kebahagiaan-kebahagiaan semu yang terlalu cepat berganti. Seperti
roolercoaster, seperti itulah bahagia dan duka berganti. Terlalu bergairah dan
terlalu cepat.
Here we go again. Menangis di kamar hotel dengan perut
yang tidak enak, sebab lambung sepertinya puya koneksi yang kuat dengan hati.
Ketika kecewa akan ekspektasi yang dibuat sendiri, saya nyaris bingung mana
yang lebih sakit. Lambung atau hati dan perasaan saya. Keduanya membuat saya
hanya ingin menangis seharian dan tidak punya energi untuk melakukan rutinitas
apapun.
Terlalu suram rasanya jika setiap akhir tahun
perasaan-perasaan seperti ini terus berulang. Apa yang salah ? Tentu saja saya
yang salah. Ternyata di usia saya yang sudah 26 tahun ini saya masih senang
mengambil risiko dan menempatkan diri saya pada jurang kepedihan yang sudah
saya tau akhirnya.
No suprised right ?
Tapi meski demikian saya tidak sendirian, beberapa
teman saya juga mengalami hal serupa. Senang dan gemar mengulangi kesalahan.
Sampai akhirnya saya bertanya juga pada mereka. Apa yang salah ? Kenapa kita
senang mengulang ? Mungkinkah secara psikologis kita lebih senang dengan
hal-hal yang akrab ? Hingga kita terus memanipulasi diri dari waktu ke waktu
untuk kembali lagi pada masa yang lalu. Same shit different people, different
time. Terdengar familiar bukan ? Lalu teman saya bilang, jangan-jangan memang
usia manusia itu terlalu singkat untuk memulai sesuatu yang baru, jadinya
senang mengulangi pola yang sama.
Saya tidak sepenuhnya setuju, kita mungkin memang
diprogramkan demikian, tapi selama kita menjadi manusia, rasanya kita masih
punya kendali atas diri kita. Kita barangkali hanya harus lebih tegas pada diri
kita sendiri. Kalau tau akan memasuki pola berulang itu harus cepat-cepat sadar
dan membatasi diri. Mungkin dengan seperti itu kita bisa mengantisipasi diri
kita untuk tidak terluka. Namun bukankah hidup memang soal luka dan bahagia
yang silih berganti ? Mana yang lebih baik ? Berada di zona nyaman dan tidak
merasakan apapun atau menikmati hidup dengan berani mengambil risiko apapun ?
Semuanya kita yang pilih, tiap kali alarm hidup saya
berbunyi saya selalu dihadapkan lagi dengan pertanyaan di atas. Dan seringkali
saya memilih bertaruh. Meski sejauh ini selalu kalah, namun saya yakin suatu
saat akan ada pertaruhan yang benar-benar layak dan pantas untuk saya dapatkan.
Untuk kita yang senang mengulang, harusnya sudah makin
mahir bukan ?
Komentar
Posting Komentar